Tuesday, September 21, 2010

tv shows di Indonesia

Selama 5 hari masuk Rumah Sakit gara-gara virus dengue, tak ada lagi tontonan selain saluran televisi lokal. Oh, sungguh aku gemas melihat program acara yang ada. Aside from its many sinetrons and infotainment shows, what I like to comment is another television shows.

Pertama, kenapa narasi di serial televisi kita sangat tidak kaya. Cetek. Dangkal. Apa yang dibicarakan tidak berisi informasi yang berarti. Pluuuss, cara berbicara para host kenapa tidak ada yang bisa biasa saja, selalu yang over. You know, like "hmmm enak banget!" Atau "waah, tempatnya bagus sekali!" *dengan nada baca anak sd*

Soal isi narasi, contohnya begini. Si host ini entah dalam rangka apa, datang ke kafe fatahilah di kota tua sana. Lalu ia memesan makanan. Saat gambar menayangkan interior si restoran, narasinya, "hmm saya pesan apa ya? Katanya disini jus mangganya enak. Sepertinya saya akan coba itu. Lalu, untuk makanannya, saya pesan nasi goreng."
Dan sampai tayangan itu selesai, tidak ada tuh informasi mengenai latar belakang si gedung, bagaimana sekilas sejarahnya hingga menjadi seperti sekarang. Apa kek gitu? Sesuatu yang informatif dan memperkaya wawasan penonton?!

Tayangan berupa gambar tim sedang menuruni tangga bambu, tegak lurus. Narasinya "kalau menuruni tangga ini, saya harus hati-hati agar tidak jatuh." Baiknya kan diisi informasi mengapa tim sampai harus menuruni tangga? Lebih informatif daripada hati-hati yang sudah diketahui anak tk.

Kedua, soal narator. Oke, kalau narator dan host adalah orang yang sama, komennya sama dengan yang pertama. Narasi tak berisi. Nah, ini soal narator yang pelakunya berbeda dengan si host. Kenapa sih, harus memakai kata ganti orang pertama? Malah jadi aneh, bukan? Kenapa tidak dibuat dengan kata ganti orang ketiga? Saya rasa akan lebih natural. Referensi: banyak, di bbc knowledge. Biasanya yang menggunakan pelaku narator berbeda dengan host adalah program acara dari Inggris.

Ketiga, soal persediaan gambar. Oh, don't get me start on this. Persediaan gambar yang tidak kaya dan malas. saya lihat acara tentang pergi ke pantai. Banyak batu besar di pantai itu. Gambar yang ditampilkan: pantai dengan batu-batu besar memenuhi 60% layar. Lalu tiba-tiba ada kepiting kecil lewat di batu itu. Gambar: tidak berubah. Zzzzz

Keempat, saya sampai pada kesimpulan, para pembawa acara di negeri ini terlalu jaga image atau ja-im. Tidak mau terlihat jelek di kamera, maunya terlihat tampil aja gitu. Meskipun acaranya santai, atau sepertinya pembawa acaranya sudah pakai kaos dan celana pendek. Tapi tetap saja, terlihat kaku dan ja-im. Sungguh. Ada satu program acara tentang tani, menggunakan pembawa acara seorang perempuan, yang sepanjang acara ekspresi mukanya sama: senyum sok manis. Begitu pun saat ia mengajukan pertanyaan, mukanya tetap sama. Dan yang bikin gemas, everything was so scripted, that she didn't elaborate or respond to the answers given. Jadi, perbincangan (topiknya menarik sebenarnya) jadi tidak informatif dan masih mengundang pertanyaan karena ia tidak mengembangkan pertanyaan dari jawaban.

Thursday, August 19, 2010

bekerja sendirian

ada beberapa definisi kiasan dari bekerja sendirian.
Pertama, melakukan pekerjaan sendirian, tanpa tim yang membantu, atau kerennya one man show.
Kedua, melakukan pekerjaan sudah ditinggal rekan kerja yang lain.
Ketiga, hanya kamu yang bekerja, yang lain ongkang-ongkang.

Sungguh sebal melihat keadaan ini terjadi beberapa kali.
Pertama, sebal dengan mereka yang ongkang-ongkang dan malah bermain, teriak dan hura-hura.
Kedua, sebal dengan sang pelaku bekerja sendirian. Waktu telah habis, tapi tetap saja bekerja, sendirian.
Lupa kalau ada orang lain yang menunggu.

Blah..

Monday, August 16, 2010

RAGAM RASA [MENCINTAI] INDONESIA


Banyak orang mulai kuatir dengan merosotnya rasa nasionalisme, terutama di kalangan anak muda. Sebelum rasa kuatir itu mulai berlebih, ada baiknya kita mengetahui sedikit apa itu sebenarnya nasionalisme.

Nasionalisme. KBBI mengartikannya sebagai “Paham [ajaran] untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan”. Arti kedua adalah “Kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan”.

Suatu bangsa dibangun dengan kebangsaan dan rasa kebangsaan akan bangsanya. Konsep bangsa berakar dan banyak ditentukan dari suku bangsa. Indonesia memiliki suku bangsa yang amat beragam, dengan masing-masing identitasnya.

Kebangsaan [nationality] dan rasa kebangsaan [nationalism] saling terkait. Nasionalisme bukan hanya prinsip politik, namun lebih merupakan suatu ideologi yang menyelimuti imajinasi kita sebagai warga negara akan negara [nation] yang kita idamkan. Maka, jika imajinasi kita semakin dibuyarkan karena segala hal yang terjadi di negara ini, rasa kebangsaan itu pun dapat menipis.

Dalam kasus Indonesia yang adalah negara majemuk, suku bangsa dan kebangsaan menjadi tombak utama sekaligus bumerang. Indonesia bisa menjadi bangsa yang kuat, namun keragaman itu juga bisa menjadi sumber disintegrasi bangsa. Nasionalisme sebagai prinsip dasar kebangsaan akan menjadi penting ketika kita ingin tak ada perpecahan di antara masyarakat.

Masyarakat membayangkan negara yang memberikan rasa aman, dengan perekonomian yang baik dan kondusif, pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab dan tertata baik, untuk ditinggali. Imajinasi ini ada di setiap benak individu yang tinggal di Kepulauan Indonesia. Namun, banyak hal terjadi di dalam suatu masyarakat yang berkumpul dalam negara. Memudarnya rasa kebangsaan mungkin banyak disulut karena menyaksikan rangkaian peristiwa yang terjadi.

Contohnya, selama beberapa tahun ini Indonesia memerangi korupsi yang sepertinya sudah mengakar. Anak muda seringkali mendengar keluh kesah para tetua mengenai negara ini saat acara kumpul keluarga, atau di ruang tamu sendiri. Mulai dari korupsi, bom, pemerintah tidak becus, birokrasi carut marut, harusnya Indonesia begini dan begitu. Akhirnya, terbentuklah konsep kontra-imajinasi di kepala anak muda. Apalagi, globalisasi memberikan akses untuk menyaksikan, mendengar, dan mengetahui semua yang terjadi di luar sana, jadi anak muda pun punya perbandingan. Sehingga lambat laun anak muda seperti apatis terhadap situasi negara ini, dan hasilnya adalah [anggapan] memudarnya rasa nasionalisme itu.

Padahal rasa kebangsaan sebenarnya merupakan perasaan cinta pada bangsa yang diselimuti nilai-nilai sentimental dan kadarnya bervariasi pada setiap individu. Meskipun anak muda seringkali apatis terhadap kondisi negara ini, namun mereka memutar otak, mencari cara untuk menunjukkan rasa cinta bangsa dengan cara mereka sendiri. Walau mungkin sering tampak kebarat-baratan, tetapi di tengah arus globalisasi, itu bukan hal yang aneh. Itu namanya fit to survival.

Anak muda justru semakin kreatif dan selalu berjuang untuk mengharumkan nama Indonesia di dunia. Hanya saja, mungkin kurang terpantau sehingga sepertinya tenggelam. Padahal tidak. Ada Tim Olimpiade Fisika Indonesia yang berjaya di berbagai ajang kompetisi internasional. Lalu ada band Superman Is Dead [SID] yang memukau penonton di ajang Vans Warped Tour di Pittsburgh, Amerika Serikat beberapa waktu lalu. Ada juga mereka yang menerabas melalui industri musik dan clothing. Semua masih muda, semua berprestasi, semua bangga mewakili Indonesia.

Kita ini [sebenarnya] cinta Indonesia. Mungkin belum menemukan cara yang tepat untuk menunjukkan kecintaan itu. Padahal mudah saja. Mulai dari memakai produk buatan Indonesia, baik yang menunjukkan ciri khas budaya maupun yang sifatnya netral. Misalnya sepatu Indonesia, tas, batik, kebaya, dan masih banyak lagi budaya kita yang belum tereksplorasi. Beberapa anak muda juga memilih menunjukkan cintanya dengan bergabung di Akademi Kepolisian, menjadi atlet nasional, mengikuti kompetisi di luar negeri, dan lainnya. Banyak cara.

Jadi sebenarnya, rasa nasionalisme itu sudah ada di dalam hati kita semua, dengan kadar yang berbeda pada setiap individu. Sekarang semua itu dikembalikan kepada setiap individu, untuk terus meningkatkan rasa cinta terhadap bangsa, apapun yang terjadi pada negara ini. Kita tinggal menemukan cara yang dirasa tepat dan cocok dengan diri kita.

Nasionalisme yang diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk memelihara dan melestarikan identitas bangsa, menghadapi rintangan untuk memajukan bangsa. Itulah yang harus dilakukan untuk menunjukkan nasionalisme kita, dan jika kita tidak melakukannya, kita akan melupakan kebangsaan tersebut dan perlahan namun pasti nasionalisme akan memudar.

Apa saja yang dapat dilakukan untuk menunjukkan rasa cinta terhadap bangsa kita?
1. Be the agent of change. Jadilah agen perubahan. Sedapat mungkin berpartisipasi dalam setiap peristiwa yang memungkinkan terjadinya perubahan. Ingat, sekecil apapun bentuk partisipasimu, jika itu dapat membawa perubahan paling minor sekalipun, kamu telah menjadi agen perubahan. 

2. Pakailah produk Indonesia. Hasil budaya Indonesia sangat beragam, sangat banyak jumlahnya. Berbagai produk yang kini tersedia di pasar baru segelintir kekayaan produk Indonesia. 

3. Coba melakukan travel dalam negeri. Masih banyak tempat di Indonesia untuk didatangi dan dieksplorasi. Selain biaya lebih murah, kita jadi lebih dapat mengenal Indonesia dan segala isinya. 

4. Jika kamu punya usaha atau punya bakat, beranikan diri untuk memasarkannya ke dunia internasional. Cara termudah, ya lewat internet. 

5. Mengamalkan sopan santun, budi pekerti dan belajar tanpa henti agar ilmu kita bisa digunakan untuk memberi kontribusi pada negara suatu hari nanti.

6. Apapun. Selama itu mengharumkan nama Indonesia, lakukanlah. Yang penting, bangga menjadi Indonesia. 

Dirgahayu Indonesia!



tulisan ini pernah dipublikasikan di http://www.blahbloh.com/?p=blohticle dan http://www.facebook.com/note.php?note_id=133602500344 pada Agustus 2009

Monday, August 9, 2010

GOODLIFE - Around The World in Style

GOODLIFE - Menuju Stasiun Perubahan

GOODLIFE edition no 2, August 2010

Edisi 2, Agustus 2010. Cover: Adrie Subono
Penerbit: PT Simple Media. Alamat: Jl, Panglima Polim X No. 16, Jakarta Selatan 12160. Editor-in-Chief: Nico Siahaan. Managing Editor: Toto Tentrem. Writers: Nuzul Akbar Nazar; Veni Duty Inovanty. Contributors: Andini Darmadi; Poltak Hotradero; Dian Prima; Okke Gania; SKAS - Studio 247l. Art Director: Freddy Handyside. Graphic Designer: Aditya Zadewa. Photographer: Yongki Hermawan. Sales Advertising & Marketing Communication: Ade Herviany; Franky Oberto. Accounting: Gea Irraselda. Distribution: Iman Adisoma. Project Manager: Kiki Jaumil. Managing Director: Aoura Lovenson Chandra. Directors: Gundo Susiarjo; Wandy Wauran; Adi Haryono. Sources: Dr. Reinhard Purwana, MD SPKK; Telly Djoko; Dana Mahmud; Azwar Hadi Kusuma; Tjipto 'Kiki' Widodo; Aris Yashadana.

Motto: It's a Journey - Not a Destination. Ini adalah majalah gaya hidup, khususnya untuk golfer. Isinya, selain aneka informasi mengenai golf, juga ada tentang kesehatan, seks, otomotif, keuangan, dan lain-lain. Beberapa nama rubriknya, antara lain, Cover Story; Golf Course; Course Management; Club Profile; Golf Equipment; Sex; Fitness; Health; dan masih banyak lagi.